ATURAN PUASA BULAN RAMADHAN
ATURAN PUASA BULAN RAMADHAN
1. BAGI YANG SAKIT
Orang yang sakit dalam bulan Romadlon dibagi 2, yaitu:
a). Ada yang sakit jika dibuat puasa bertambah sakit.
Bila sakitnya demikian maka oleh Alloh diperintahkan untuk puasa di bulan lain. Seperti dalam firmannya surat Al Baqoroh “Maka gantilah pada hari lain”. Dikarenakan Alloh itu menghendaki kemudahan bagi manusia. “Sesungguhnya Alloh menghendaki kamu kemudahan dan tidak menghendaki kamu kesulitan”.
Dan seandainya orang tersebut memaksa puasa dihari itu, malah akan berdosa karena tidak mematuhi perintah Alloh. Dan bila meninggalkan puasa karena sakit maka setelah bulan Romadlon wajib mengqodlo’nya (menggantinya) sejumlah yang ditinggalkannya. Adapun cara menggantinya boleh berturut-turut dan boleh berpisah-pisah. (Ini keterangan dalam hadits).
b). Ada yang sakit jika dibuat puasa tidak bertambah sakit.
Bila sakitnya demikian mendapat rukhsoh (kemurahan dari Alloh), artinya: puasa boleh, tidak puasa dihari itu juga boleh.
2. BAGI YANG MUSAFIR
Bila musafir lebih dari 100 KM baik yang berkendaraan maupu tidak, bila dirasa berat maka diperintah untuk puasa dihari yang lain. Dan dalam hadits Nabi juga diterangkan, Bersabda Rosululloh saw: “Tidak ada kebaikannya puasa diwaktu musafir”. Bersabda Rosululloh saw : “Tidak baik puasa didalam musafir”.
Akan tetapi bila belum musafir (masih dirumah) sudah mokel maka harus membayar Dam (denda) berupa menyembelih sapi/ unta satu.
3. BAGAIMANA BILA MUSAFIR TIDAK BERAT?
Bila musafirnya dirasa tidak berat maka mendapat rukhshoh (kemudahan) dari Alloh artinya: Bila tidak puasa baik dan bila puasa tidak berdosa.
Hal ini diterangkan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh shohabat Jabir. Yaitu: Pada tahu 8 Hijrah waktu menaklukkan kota Mekah, berangkatnya Nabi Muhammad dari Madinah ke Mekah pada waktu bulan Romadlon. Waktu itu seluruh shohabat kurang lebih 100.000 orang semuanya puasa. Dan ketika sampai dikampung Quro’al Ghomin Nabi Muhammad minta gentong yang berisi air minum lalu diangkat ditunjukkan kepada seluruh shohabat untuk memberitahukan bahwa Nabi Muhammad mokel. Akan tetapi waktu itu ada salah seorang shohabat yaitu Hamzah bin Amar Al-Islami matur pada Nabi: “Bagaimana jika saya kuat puasa diwaktu musafir?”. Jawab Nabi: Itu rukhshoh dari Alloh, jika kamu tidak puasa baik, dan bila puasa tidak berdosa. Jadi silahkan pilih puasa atau tidak puasa (bila musafirnya dirasa tidak berat).
4. BAGAIMANA BILA TIDAK MUSAFIR TAPI PEKERJA BERAT (MENANGGUNG KELUARGA) ?
Bila demikian boleh mokel tapi harus membayar fidyah (memberi makan kepada satu orang miskin tapi lebih baik sampai dua orang miskin tiap hari).
5. BAGAIMANA BILA SUDAH USIA LANJUT?
Bila sudah usia lanjut (sudah lemah) maka tidak usah puasa dan tidak wajib qodlo’. Tapi harus membayar fidyah, yaitu: Tiap-tiap harinya harus memberi makan kepada fakir miskin sebesar kurang lebih 2 1/2 KG (kalau beras)
6. BAGAIMANA BILA HAMIL/ MENYUSUI?
Bila hamil/ menyusui boleh tidak puasa dan tidak qodlo’ tapi harus bayar fidyah. Akan tetapi ada sebagian shohabat berpendapat tidak usah bayar fidyah.
7. BAGI YANG LUPA WAKTU PUASA
Lupa itu anugrah/ hadiah dari Alloh maka tidak wajib qodlo’ dan tidak kena bayar kafarot. Bersabda Rosululloh saw: “Barangsiapa yang makan karena lupa maka tidak wajib qodlo’ dan tidak kena bayar kafarot”.
8. BAGI YANG TIDAK PUASA BUKAN KARENA SUATU SEBAB
Bila tidak puasa bukan karena ada udzur atau bukan karena musafir/ sakit/ sebab lainnya tapi sengaja tidak puasa. Itu tidak ada keterangannya dan seumpama diqodlo’ setahun tidaklah diterima, entah bagaimana nanti.
9. BILA PUNYA HUTANG PUASA BELUM DIGANTI HINGGA SAMPAI MASUK BULAN ROMADLON LAGI.
Bila demikian diterangkan dalam hadits Nabi, Bersabda Rrosululloh saw: “Barang siapa yang mempunyai hutang puasa bulan Romadlon belum menggantinya sampai bertemu bulan Romadlon yang kedua maka setelah bulan Romadlon menggantinya tidak diterima dan puasa Romadlonnya juga tidak diterima”.
10. BAGAIMANA JIKA MENDEKATI ISTRI DIWAKTU SIANG BULAN PUASA?
Ada keterangan dari shohabat Nabi: “Jaman Nabi Muhammad ada seorang laki-laki menghadap Nabi Muhammad dan matur: Celaka-celaka”, Rosul dawuh: “Kecelakaan apa?”. Kata orang tersebut: “Saya telah mendekati istri saya”.
Kata Nabi:
Apa kamu mampu memerdekakan budak? Tidak mampu, jawabnya. Apa kamu mampu puasa 2 bulan berturut-turut? Tidak mampu, jawabnya. Apa kamu mampu memberi makan 60 orang miskin? Tidak mampu, jawabnya. Lalu Nabi membawa suatu wadah yang berisi kurma dan memerintahkan supaya di shodaqohkan kepada orang faqir. Kata orang tersebut: Didaerah kami tidak ada yang lebih fakir dari kami. Kemudian Nabi tersenyum dan berkata: “Kalau begitu ambil saja sendiri”.
Dalam hadits ini terjadi perselisihan yang hebat yaitu masalah yang kena hukuman, laki-laki saja ataukah perempuan juga. Dan kitab yang membahas ini sangat tebal.
Masalah mendatangi istri waktu puasa itu diterangkan dalam Al-Qur’an: Kalau malam boleh, tapi kalau siang tidak boleh.
“Dihalalkan pada malam bulan puasa untuk kamu mendekati istri-istrimu”.